Popo Iskandar, pelukis,
penulis esai, kritikus sastra Sunda, dosen seni rupa IKIP Bandung.
Lahir di Garut pada 18 Desember 1926 dan meninggal pada 29 Januari 2000.
Minatnya kepada seni lukis tumbuh karena pengaruh abangnya, Angkama,
seorang guru guru gambar HIS, beranjak dewasa dibimbing oleh Hendra
Gunawan dan Barli Samitawinata.
Bersama
dengan kedua orang gurunya itu, Popo sering keluar masuk lorong dan
perkampungan Bandung dan sekitarnya. Dalam proses melukis, Popo merasa
lebih dekat dengan Hendra yang sifatnya terbuka, pandai bergaul dan
memiliki rasa humor yang segar.
Pada
mulanya lukisan Popo, terpengaruh oleh gurunya, Ries Mulder, orang
Belanda yang mengajar di Juruan Seni Rupa dan cenderung berkiblat pada
mazhab kubisme dan abstrak. Tetapi pengaruh realisme Hendra Gunawan pun
tetap kuat. Dalam perkembangan selanjutnya, Popo menemukan gaya sendiri.
Kegemarannya melukis kucing, menyebabkan ia sering diberi julukan
"pelukis kucing". Sang Pelukis Maestro ini terkenal dengan ciri khas
Lukisan bertema kucing, dilukis dalam gaya ekspresionis
bernuansa minimalis, dengan tehnik cat tebal dan bertekstur. Salah satu
alasan Popo Iskandar gemar melukis kucing, seperti yang pernah beliau
ucapkan semasa hidup “ Tabiat kucing variatif, manja, binal dan buas,
tapi penurut. Karena itu saya menyukainya” katanya.
Dia
melukiskan kegarangan, kemalasan, kelucuan, daya magis dan sifat-sifat
lain yang dia lihat ada pada kucing. Dengan garis-garis yang sugestif
dan warna yang hanya dua-tiga macam saja, dia mengungkapkan sifat-sifat
kucing. Tetapi sebenarnya ia tidak hanya melukis kucing. Binatang lain
dan motif lain pun banyak dia lukis seperti batu-batuan, lautan, kebun
bambu, bunga, ayam, banteng, harimau, dll. Karya-karyanya seperti dapat
dibagi dalam berbagai periode sesuai dengan motif yang banyak dia lukis,
seperti periode jambangan bunga, periode kebun bambu, periode
batu-batuan, periode lautan, periode kucing, periode ayam, dll.
Popo
sering menyelenggarakan pameran, baik tunggal maupun bersama dengan
yang lain, baik dalam negeri maupun di luar negeri. Pada tahun 1960,
Popo terpilih sebagai Ketua BPB Kiwari Bandung yang aktif
menyelenggarakan diskusi dan pertunjukan kesenian tradisional. Waktu
pembentukan PPSS Popo menjadi salah seorang pendiri dan duduk sebagai
anggota pengurus yang pertama, bertugas menilai calon anggota.
Pada
tahun 1970, Popo terpilih menjadi anggota Akademi Jakarta yang bertugas
antara lain menyusun calon anggota Dewan Kesenian Jakarta dan
memberikan saran-saran dalam bidang kebudayaan kepada Gubernur DKI
Jakarta. Sehubungan dengan genapnya usia Affandi 70 tahun, Akademi
Jakarta menugaskan Popo menulis buku tentang Affandi. Hasilnya adalah
Affandi: Suatu jalan Baru dalam Realisme (Jakarta, 1977). Popo menjadi
anggota tim penyusun buku Sejarah Seni Rupa Indonesia yang diterbitkan
oleh Direktorat Kebudayaan Depdikbud (Jakarta, 1982), Naskahnya yang
lain: Seni Lukis Indonesia pra-Persagi.
Lukisan
Popo Iskandar banyak dikoleksi dan sekaligus dijadikan sebagai hiasan
dekorasi interior dalam rumah bergaya modern dan minimalis, karya-karya
Lukisanya banyak mendapatkan apresiasi dari para pengamat seni, baik
dalam dan luar negeri.
Belum ada tanggapan untuk "Popo Iskandar"
Posting Komentar